Menggunakan Konsep Teater Sinematik, Teater Eska Memulai Gerakan Baru Setelah Efek Pandemi

- 11 April 2021, 10:32 WIB
Pentas Tiga Bayangan.
Pentas Tiga Bayangan. /Teater Eska

PORTAL PROBOLINGGO - Efek pandemi telah membuat eksistensi kesenian menjadi agak redup.

Gelaran pertunjukan yang biasanya menghiasi kota-kota besar, khususnya Yogyakarta biasanya tidak pernah berhenti, kini menjadi tidak semarak dahulu lagi.

Untuk menjaga eksistensi, Teater Eska UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah mengadakan gebrakan  pentas teater Tiga Bayangan.

Pentas tersebut diselenggarakan pada tanggal 7 dan 8 April 2021, pukul 15.00 – 17.00 dan 19.30 – 21.30 di Gelanggang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Baca Juga: 7 Manfaat Buah Jambu Biji Bagi Kesehatan, Tingkatkan Kekebalan Tubuh hingga Turunkan Berat Badan

Baca Juga: Selain Lansia dan Pelayan Publik, Penggali Kubur Juga Masuk Prioritas Vaksinasi Covid-19

Demi menghindari penyebaran Covid-19, gelaran ini ditayangkan secara virtual melalui platform loket.com.

Pentas ini menjadi salah satu proses untuk mengambangkan ide dan konsep suatu pementasan untuk mengembangkan konsep teater profetik dengan bentuk surealis.

Tahun 2021 ini merupakan pentas Tiga Bayangan yang keempat. Seperti pentas Tiga Bayangan sebelumnya, dalam pementasan ini mempersembahkan tiga naskah, tiga sutradara, dan tiga tata panggung yang berbeda.

Baca Juga: Jadwal Puasa Ramadan 2021 : Link Download Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1442 H di Seluruh Indonesia

Baca Juga: Bupati Probolinggo Terima Penghargaan PWI Jatim Award Saat Acara Puncak Peringatan Hari Pers Nasional

Repertoar tersebut masing-masing berjudul 'Memeluk Badai' yang disutradarai oleh Madhur M. Alif, 'Kelaparan' yang disutradarai oleh Anak Mukti Fajar, dan 'Panduan Menari dari Tuhan' yang disutradarai oleh Mahfud Setiawan.

Perbedaan pentas ini dengan sebelumnya adalah letak tata panggung yang sebelumnya terpisah di tiga lokasi yang berbeda dalam satu ruang, menjadi satu panggung yang memuat tiga pementasan sekaligus, namun dengan tata panggung yang berbeda.

Penayangan pentas Tiga Bayangan tersebut dipadukan dengan sinematografi, sehingga terwujud menjadi konsep teater sinematik yang berbeda dengan teater pada umumnya dan sedikit banyak akan keluar dari kaidah-kaidah teater selama ini.

Hal ini menjadi salah satu gerakan tersendiri di tengah efek dari pandemi yang melanda akhir-akhir ini, terutama beberapa komunitas kesenian teater yang mencari bentuk baru untuk melahirkan suatu karya yang ideal.

Sedangkan teater sinematik di Indonesia merupakan suatu bentuk yang baru akhir-akhir ini, bahkan terdengar masing asing, terutama di dunia kesenian Indonesia.

Konsep pementasan tersebut tidak akan maksimal jika tidak tercipta dari ciri khas masing-masing repertoar.

Repertoar 'Memeluk Badai' yang ditulis oleh Madhur M. Alif mengisahkan persoalan hidup manusia yang mempunyai dorongan dalam tubuhnya untuk melakukan tindakan yang tidak pernah lepas dari hal yang buruk dan baik.

Agama yang menjadi landasan dalam naskah ini lebih menjunjung nilai-nilai Ilahiyah dan Insaniyah.

Menurut Al-Maududi nilai-nilai tersebut seperti penghayatan iman dan taqwa, sikap tolong menolong dalam berbuat kebajikan, menghargai diri dan orang lain juga menerima tanggung jawab bagi perbuatan yang dilakukan diri sendiri.

Perwujudan dalam kehidupan sehari-hari, naskah 'Memeluk Badai' bisa diaplikasikan melalui perbuatan manusia yang terdapat sisi baik dan sisi buruk melalui dorongan nafsu yang ada dalam diri.

Terutama di zaman sekarang, materialisme dan konsumerisme secara global mengikis nilai-nilai luhur kehidupan manusia.

Sementara repertoar 'Kelaparan' karya Siti Aminah yang diilustrasikan dengan dua burung pemakan daging busuk dan satu tanaman yang beracun. Ketiga makhluk itu dikurung di dalam sebuah kurungan ketika dunia diambang krisis makanan.

Di dalam kurungan tersebut mereka bertanya, berbincang, dan berdebat tentang rasa lapar yang mereka hadapi.

Kepercayaan terhadap yang abadi adalah perubahan dan kemandegan dalam bentuk pertentangan fitrah kehidupan.

Hal itu bisa dilihat saat ini, manusia saling menindas dan mengambil hak orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Adapun repertoar ketiga yang berjudul 'Panduan Menari Dari Tuhan' karya M. Farid ini hendak menampilkan ketimpangan sosial di masyarakat.

Repertoar ini menyinggung beberapa konflik sosial yang ada, di antaranya isu kemanusiaan, sosial-ekonomi, politik, ekologi, hingga agama.

Sedangkan dalam naskah diceritakan bahwa kritik sosial tersebut digambarkan oleh tiga tokoh di dalam tiga zaman yang berbeda.

Pribadi-pribadi yang hadir di panggung adalah subjek antar kelas yang saling terlibat dan saling melengkapi, namun pada akhirnya si kayalah yang diuntungkan.***

Editor: Elita Sitorini


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x