PORTAL PROBOLINGGO - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan negaranya diserang oleh ekstremisme setelah kejadian penyerangan gereja di Nice.
Dilansir PORTAL PROBOLINGGO dari The New Daily pada 30 Oktober 2020, Prancis menurunkan 4.000 tentara dan akan meningkat menjadi 7.000 untuk beberapa tempat di Prancis seperti gereja dan sekolah.
Peringatan keamanan Prancis juga telah ditingkatkan ke level tertinggi.
Baca Juga: Lolos Pengumuman CPNS 2019? Berikut Cara Buat SKCK Secara Online
Polisi mengidentifikasi tersangka pembunuh sebagai migran berusia 21 tahun bernama Brahim Aouissaoui, seorang migran Tunisia yang baru-baru ini memasuki Prancis dari Italia.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan tindakan ekstremis seperti yang terjadi di Nice melanggar norma semua agama, sambil menekankan pentingnya menghindari semua praktik yang menimbulkan kebencian, kekerasan, dan ekstremisme.
Serangan yang terjadi di Prancis yaitu terkait pembunuhan guru bahasa dan juga serangan terhadap gerja di Nice, Prancis.
Polisi mengidentifikasi tersangka pembunuh sebagai migran berusia 21 tahun bernama Brahim Aouissaoui, seorang migran Tunisia yang baru-baru ini memasuki Prancis dari Italia.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan tindakan ekstremis seperti yang terjadi di Nice melanggar norma semua agama, sambil menekankan pentingnya menghindari semua praktik yang menimbulkan kebencian, kekerasan, dan ekstremisme.
Serangan yang terjadi di Prancis yaitu terkait pembunuhan guru bahasa dan juga serangan terhadap gerja di Nice, Prancis.
Baca Juga: Pecahkan Rekor! Terjadi Penambahan Kasus Positf Covid-19 Harian Lebih dari 500 Ribu Orang
Guru bahasa tersebut di bunuh dan akhirnya menjadi sebuah kontroversi lantaran pemerintah Prancis terutama sang presiden yang mencatut nama Islam.
Buntut dari kontroversi tersebut, beberapa negara dengan mayoritas penduduk muslim mengecam tindakan tersebut.
Beberapa negara bahkan telah berencana untuk memboikot produk dari Prancis.***
Guru bahasa tersebut di bunuh dan akhirnya menjadi sebuah kontroversi lantaran pemerintah Prancis terutama sang presiden yang mencatut nama Islam.
Buntut dari kontroversi tersebut, beberapa negara dengan mayoritas penduduk muslim mengecam tindakan tersebut.
Beberapa negara bahkan telah berencana untuk memboikot produk dari Prancis.***
Artikel Rekomendasi