Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang.
Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.
7. Mengalami Beberapa Kali Renovasi
Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya.
Baca Juga: Inilah 10 Taman Nasional Paling Ramai Dikunjungi di 2020, Bisa Jadi Tujuan Wisata di 2021
Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda.
Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.
Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.
Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010. ***
Artikel Rekomendasi