Hati-Hati, Senang dan Tergiur Belanja Ternyata Jadi Bukti Seseorang Mengidap Oniomania Syndrome

- 13 November 2020, 16:50 WIB
Ilustrasi shopping
Ilustrasi shopping /pixabay.com/gonghuimin468/
 
 
PORTAL PROBOLINGGO - Globalisasi dan digitalisasi ekonomi membuat masyarakat memiliki pola hidup konsumtif.
 
Biasanya pola hidup konsumtif ini akan semakin memburuk ketika melihat diskon, promo, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan shopping.
 
Kebiasaan untuk selalu ingin belanja atau shopping bisa saja menandakan bahwa seseorang telah mengidap oniomania syndrome atau compulsive shopping disorder.
 
 
Dikutip berbagai sumber, ciri-ciri dari oniomania syndrome yaitu:
 
- Merasa kesulitan untuk "menolak" membeli barang yang tidak dibutuhkan.
 
- Kesulitan keuangan karena belanja yang tidak terkontrol.
 
- Merasa senang dan asyik berbelanja barang-barang yang tidak dibutuhkan.
 
- Masalah psikologis di tempat kerja, sekolah, atau rumah karena belanja yang tidak terkontrol.
 
- Menghabiskan banyak waktu untuk mengamati dan mencari tahu tentang barang-barang yang diinginkan atau berbelanja barang-barang yang tidak dibutuhkan.
 
 
Menurut Ruth Engs, profesor kesehatan terapan dari Indiana University, seseorang bisa menjadi kecanduan belanja karena selaras dengan perasaaan senang yang muncul dari otak.
 
Ketika berbelanja, otak akan langsung mengeluarkan endorfin dan dopamine sebagai hormon relaksasi dan kesenangan yang menyebabkan keinginan belanja harus segera dituruti.
 
Engs berpendapat bahwa saat ini, ada sekitar 10-15% orang di dunia yang memiliki oniomania syndrome.
 
Riset lain menyebutkan, compulsive shopping disorder dibarengi dan mungkin saja berkaitan dengan depresi, kecemasan, dan emosi negatif lainnya.
 
 
Para shopaholic, sebutan lain untuk compulsive shopping disorder, seringkali mengungkapkan bahwa belanja merupakan solusi melegakan stres dan ketegangan yang mereka rasakan.
 
Namun terkadang, meskipun timbul kelegaan, sebagian orang dengan compulsive shopping disorder dapat merasa kecewa dengan diri sendiri dan bisa berlanjut menjadi depresi karena menyesal tidak bisa mengendalikan perilaku untuk berbelanja.
 
Sayangnya, hingga saat ini tidak ada obat khusus untuk mengurangi compulsive shopping disorder. Namun, ada beberapa hal yang bisa digunakan sebagai acuan untuk menyadari bahwa diri sendiri sedang mengalami kecanduan belanja, antara lain:
 
 
- Perasaan saat berbelanja. Umumnya para shopaholic akan belanja saat suasana hati sedang tidak nyaman dan mencari kenyamanan dengan berbelanja.
 
- Konflik dengan orang-orang terdekat. Biasanya para shopaholic, terutama dalam keluarga yang berpenghasilan sedang-sedang akan mengalami konflik akibat larangan berbelanja.
 
- Merasa ada penyelasan atau perasaaan melakukan hal yang "buruk". Seperti yang telah dijelaskan di atas, para shopaholic akan merasa menyesal apalagi jika sudah cukup banyak membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkannya.
 
 
- Barang belanjaan yang sia-sia. Kebanyakan shopaholic akan membuat barang-barang atau sesuatu yang dibelinya terbengkalai karena memang mereka sesungguhnya tidak membutuhkan barang itu.***

Editor: Elita Sitorini


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x