7 Fakta Unik Jam Gadang, Monumen Ikonik dari Kota Bukittinggi

29 Januari 2021, 08:25 WIB
Ilustrasi Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat /@travel_freak_mr_sharma/instagram.com

PORTAL PROBOLINGGO - Bukittinggi, sebuah kota yang terletak di Provinsi Sumatera Barat ini tak hanya terkenal karena banyak melahirkan tokoh-tokoh nasional.

Kota Bukitinggi juga pernah menjadi Ibu Kota pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia pada masa agresi militer Belanda ke-2.

Selain menjadi salah satu kota penting dalam perjuangan kemerdekaan, Bukittinggi juga terkenal akan kekayaan alam dan budaya yang sering dijadikan rujukan berwisata.

Baca Juga: 7 Destinasi Wisata Alam Menakjubkan di NTT, Ada Spot Diving Kelas Dunia

Salah satunya, yang paling ikonik adalah Jam Gadang atau Big Ben-nya Indonesia.

Dikutip PORTAL PROBOLINGGO dari laman pemkot Bukittinggi, berikut fakta-fakta menarik Jam Gadang yang perlu diketahui sebelum memutuskan untuk mengunjunginya.

1. Arti Nama Jam Gadang

Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".

Baca Juga: Rekomendasi 5 Cafe Hits di Surabaya, Cocok untuk Selfie Cantik dan Nongkrong Seru

2. Ukuran Jam Gadang, Bandul Pernah Patah Akibat Gempa

Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul.

Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempapada tahun 2007.

3. Jam Didatangkan dari Belanda, Produksi Mesin Jam di Jerman

Baca Juga: 4 Destinasi Wisata Bandung yang Buka di Masa New Normal, Salah Satunya Lembang Park and Zoo

Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang.

Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.

Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas.

Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen.

Baca Juga: 50 Hari Korupsi Bansos, Eks Jubir KPK Febri Diansyah 'Tantang' Ini kepada KPK

Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

5. Dibangun Tanpa Semen

Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih.

6. Hadiah Ratu Belanda, Titik Nol Bukittinggi.

Baca Juga: Mengenal Manisan Segi Delapan, Camilan Khas Imlek Yang Sarat Akan Makna

Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, Sekretaris atau ControleurFort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.

Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu.

Baca Juga: Tidur di Kantor dan Sekolah Tanda Orang Malas? Jangan Salah, Peneliti Justru Ungkap Sebaliknya

Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang.

Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.

7. Mengalami Beberapa Kali Renovasi

Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya.

Baca Juga: Inilah 10 Taman Nasional Paling Ramai Dikunjungi di 2020, Bisa Jadi Tujuan Wisata di 2021

Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda.

Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010. ***

Editor: Antis Sholihatul Mardhiyah

Sumber: Pemkot Bukittinggi

Tags

Terkini

Terpopuler