Beri Tanggapan Soal Efektivitas Vaksin Di Amerika, Pakar: Senyawa Kimia Dalam Tubuh Bisa Menghambat

- 18 November 2020, 17:05 WIB
 Ilustrasi bagian dalam tubuh manusia
Ilustrasi bagian dalam tubuh manusia /pixabay.com/PublicDomainPictures/

PORTAL PROBOLINGGO - Vaksin Covid-19 yang terus diupayakan untuk bisa segera diberikan pada masyarakat tentu menjadi berita baik.
 
Dengan adanya vaksin, maka diharapkan imun seseorang dapat meningkat dan kebal dari infeksi Covid-19 sehingga perlahan bisa menjadi jalan keluar dari pandemi yang berlagsung hampir setahun ini. 
 
Namun, beberapa pakar mengatakan bahwa keberhasilan pemberian vaksin Covid-19, dapat terhambat oleh paparan dari berbagai senyawa kimia yang digunakan dalam produk sehari-hari.
 
 
Sejumlah kecil bahan kimia perfluoroalkil dan polifluoroalkil (PFAS) dapat ditemukan dalam tubuh masyarakat di AS serta beberapa negara lain. 
 
Bahan kimia sintetis multifungsi ini banyak digunakan dalam berbagai barang seperti wajan anti lengket, pakaian tahan air, dan kotak pembungkus pizza ini berperan dalam peningkatan risiko kerusakan hati, penurunan kesuburan, atau bahkan kanker.
 
Selain efek-efek kesehatan di atas, para ilmuwan memperingatkan bahan-bahan kimia tersebut juga dapat menyebabkan efek lain yang jarang diketahui yaitu mengurangi keefektifan jenis vaksin tertentu. 
 
 
Hal tersebut tentu berpengaruh pada upaya memberikan vaksin Covid-19 kepada banyak orang.
 
"Pada tahap ini kami tidak tahu apakah hal itu (senyawa kimia) akan berdampak pada vaksinasi corona, tapi itu memang menjadi sebuah risiko,” kata Philippe Grandjean, seorang profesor kesehatan lingkungan di Harvard School of Public Health. 
 
Pada penelitian yang dipimpin oleh Grandjean, terdapat temuan bahwa PFAS dalam tubuh anak-anak secara signifikan menurunkan konsentrasi antibodi pada vaksinasi tetanus dan difteri. 
 
Hasil serupa juga ditemukan pada studi lanjutan terhadap petugas kesehatan berumur dewasa. 
 
 
Sementara itu, hasil penelitian lain dari tim Grandjean menyebutkan bahwa jenis PFAS lain yaitu perfluorobutyrate (atau PFBA), dapat meningkatkan resiko penyakit yang diderita oleh mereka yang terinfeksi Covid-19 ketika terakumulasi di paru-paru.
 
Perusahaan Jerman BioNTech dan raksasa farmasi AS Pfizer menyatakan optimisme terhadap vaksin Covid yang sedang dibuat setelah vaksin buatan mereka terbukti 90% efektif dalam mencegah seseorang terinfeksi Covid-19.
 
Ilmuwan yang berkontribusi dalam pembuatan vaksin memperkirakan bahwa vaksin tersebut akan "menyerang" virus Corona dan membantu menhentikan pandemi ini.
 
 
Meskipun demikian, belum dapat dipastikan apakah efektivitas vaksin Pfizer yang berbahan dasar materi genetik RNA akan terhambat oleh keberadaan PFAS pada pasien. 
 
Menurut Grandjean, orang dengan paparan PFAS yang tinggi memiliki tingkat antibodi yang  sangat rendah dan bersifat non-protektif setelah empat kali pemberian vaksin difteri dan tetanus. Hal yang sama mungkin juga berlaku untuk vaksin Covid-19.
 
Presiden terpilih AS, Joe Biden, telah berjanji untuk menindak polutan PFAS yang dianggapnya sebagai zat berbahaya. 
 
 
Saat ini, diperkirakan lebih dari 200 juta orang Amerika mengonsumsi makanan dan minuman air yang kemungkinan besar tercampur dengan PFAS yang bisa dikatakan sebagai bahan kimia "seumur hidup" karena PFAS bertahan lama di dalam tubuh.
 
Meskipun demikian, hanya beberapa negara bagian yang mewajibkan air minum bebas dari PFAS. Hal ini nantinya akan menjadi campur tangan Badan Perlindungan Lingkungan di bawah pemerintahan Biden dengan kebijakan-kebijakan barunya.
 
Setiap unang-undang baru soal PFAS sekarang akan memiliki urgensi tambahan  terkait dengan vaksin Covid diharapkan dapat diberikan pada sebagian besar orang Amerika pertengahan 2021. 
 
 
"Saya selalu khawatir soal jenis PFAS baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui berikut dampaknya terhadap sistem kekebalan kita dan kesehatan kita secara umum,” tutur David Andrews, ilmuwan senior di Kelompok Kerja Lingkungan. 
 
Menurut Andrews, paparan PFAS dalam tubuh adalah krisis kesehatan masyarakat yang paling mendesak saat ini.***

Editor: Elita Sitorini


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x