Sejarah Hari Santri Nasional yang Ditetapkan 22 Oktober, Ada Kejadian Pilu!

21 Oktober 2020, 13:19 WIB
KH Hasyim Asyari.*/ /https://www.nu.or.id/

PORTAL PROBOLINGGO - Hari Santri Nasional diperingati setiap 22 Oktober. Bukan tanpa alasan penetapan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal peringatan Hari Santri Nasional.

Pada tanggal tersebut mempunya makna sejarah yang patut untuk diingat dan diketahui.

Sebagaimana Dilansir PORTAL PROBOLINGGO dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), begini sejarah penetapan Hari Santri Nasional.

Baca Juga: 5 Tanaman Ini Bisa Dijadikan Bonsai, Mudah Dibentuk

Penetapan Hari Santri ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2015 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015.

Hal ini merupakan supremasi perjuangan para santri dan ulama pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Berawal dari NICA (Netherlands Indies Civil Administration) membonceng tentara Sekutu (Inggris) ketika hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu.

Baca Juga: PM Jepang Melakukan Kunjungan ke Indonesia, Inilah Empat Poin Kerja Sama Indonesia dan Jepang

Kembalinya sekutu menunjukkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir perjuangan.

Ulama pesantren sudah menyiapkan jauh-jauh hari apabila terjadi perang senjata saat Jepang menyerah kepada Sekutu.

Kekuatan Jepang saat menjaja Indonesia tergoyang ketika mereka kalah perang dengan tentara sekutu dan ditambah dengan pengeboman besar di dua kota yaitu Heroshima dan Nagasaki.

Baca Juga: Memberitakan Protes Anti-pemerintah, Media Thailand Diperintahkan untuk Ditutup

Karena hal tersebut, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kekuatan perangnya dengan melatih para pemuda Indonesia secara militer guna berperang melawan sekutu.

Para pemuda tersebut tidak lain adalah para santri.

Karena sudah mempunyai kesepakatan diplomatik dengan KH Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Ketua Jawatan Agama (Shumubu) yang diwakilkan kepada anaknya KH Abdul Wahid Hasyim, Nippon menyampaikan gagasannya itu kepada Kiai Hasyim.

Baca Juga: Jadwal Acara Trans Tv Hari Ini, Rabu 21 Oktober 2020, Jangan Lewatkan Film Brick Mansions

Setelah melalui berbagai pertimbangan, Kiai Hasyim menyetujui langkah Jepang tersebut dengan syarat para pemuda yang dilatih militer itu berdiri sendiri tidak masuk dalam barisan Jepang.

Itulah awal terbentuknya laskar yang diberi nama oleh Kiai Hasyim sebagai Laskar Hizbullah.

Sebagai seorang kiai, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari cukup mumpuni dalam strategi perang.

Baca Juga: Ingin Mendaftar Jadi Pegawai Bank Indonesia, Simak Dokumen Penting Yang Perlu Disiapkan Disini

Guru para kiai di tanah Jawa ini ingin mempersiapkan para pemuda secara militer melawan agresi penjajah ke depannya.

Betul saja apa yang ada di dalam pikiran Kiai Hasyim, Jepang menyerah kepada sekutu. Namun Indonesia menghadapi agresi Belanda II.

Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu dengan bekal gemblengan ‘gratis’ oleh tentara Jepang.

Baca Juga: KEMENDIKBUD Gelar FIKSI, Ainun Na’im : Cita-Cita Bangsa Indonesia Akan Tercapai

KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013) mencatat, saat itu Angkatan pertama latihan Hizbullah di daerah Cibarusa, dekat Cibinong, Bogor awal tahun 1944 diikuti oleh 150 pemuda.

Mereka datang dari Karesidenan di seluruh Jawa dan Madura yang masing-masing mengirim 5 orang pemuda.

Pusat latihan Hizbullah di Cibarusa itu dikeola oleh Markas Tertinggi Hizbullah yang dipimpin oleh Zainul Arifin.

Baca Juga: Update Harga Emas Antam, Antam Retro dan Antam Batik Hari Ini, Rabu 21 Oktober 2020 di Pegadaian

Sebagai sebuah strategi perang, latihan ini perlu dilakukan oleh sebanyak-banyaknya pemuda.

Namun, disayangkan latihan Hizbullah ini diselenggarakan secara minim sekali.

Kondisi ini menjadi perhatian serius KH Wahid Hasyim sebagai penanggung jawab politik dalam Laskar Hizbullah.

“Kita dikejar waktu. Nippon sebenarnya mencurigai tujuan Hizbullah. Yang menyetujui Hizbullah kan cuma kita,” ucap Kiai Wahid mengemukakan kegelisahannya.

Baca Juga: Jadwal Acara Indosiar Hari Ini Rabu, 21 Oktober 2020, Jangan Lewatkan Suara Hati Istri

Tetapi, ayah dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini tidak mau ketinggalan kereta. Walau bagaimana pun, perjuangan kemerdekaan harus dipersiapkan, baik kekuatan militernya, di samping kekuatan politiknya.

Kekuatan politik yang dimaksud ialah politik kenegaraan yang berkepentingan memerdekakan Indonesia dari kungkungan penjajah.

Langkah ini membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Pertempuran mencapai puncaknya di Surabaya pada 10 November 1945 yang saat ini diresmikan menjadi Hari Pahlawan Nasional.

Momen tersebut tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membonceng Sekutu.

Sebelumnya, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya.

Sebelum datang Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, kalangan santri merasa tentara asing akan datang dan perang tak bisa dihindarkan.

Atas perjuangan para santri yang turut berkobar berjuang melawan penjajah inilah, para santri diberi penghargaan melalui penetapan Hari Santri Nasional.

Peristiwa 22 Oktober adalah momen bersejarah bagi para santri yang turut melakukan serangan sebagai jihad atas mempertahankan kemerdekaan.

Editor: Antis Sholihatul Mardhiyah

Sumber: NU Online

Tags

Terkini

Terpopuler