Sejarah Berdirinya NU: Istiharah KH Hasyim Hingga Datang Petunjuk 'Langit' dari Sang Guru

- 31 Januari 2021, 19:50 WIB
Ilustrasi Lambang Nahdlatul Ulama (NU).
Ilustrasi Lambang Nahdlatul Ulama (NU). /NU/

PORTAL PROBOLINGGO - Ada satu kisah masyhur terkait proses berdirinya organisasi masyarakat islam Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926 / 16 Rajab 1344 H.

Kisah ini merupakan gambaran ikhtiar vertikal (istiharah) KH Hasyim Asyari dalam memohon petunjuk Allah SWT untuk mendirikan jami'iyah islam bermanhaj Ahlusunnah wal Jamaah di Indonesia.

Proses istiharah ini merupakan gambaran kehatian-hatian sejumlah ulama pesantren, khususnya KH Hasyim sebelum mendirikan jami'iyah NU.

Baca Juga: Sejarah Singkat Lahirnya Nahdlatul Ulama : Respon Pesantren atas Kebangkitan Nasional

Dikisahkan, setelah KH Wahab Chasbullah menyampaikan ide untuk mendirikan wadah ulama pemegang ajaran 4 mazhab, KH Hasyim belum bisa mengambil keputusan untuk menyetujui ide tersebut sebelum memohon petunjuk dari Allah SWT melalui istiharah.

Di satu sisi, memang, kondisi politis Indonesia (Hindia Belanda) ketika itu mengharuskan KH Hasyim sangat berhati-hati dalam mendirikan wadah atau perkumpulan.

Sebab, bila tidak dikaji mendalam manfaat dan mudharatnya, maka justru bisa menguntungkan pihak kolonialisme Belanda dan berkonotasi memecah belah persatuan umat (Ehwanudin, 2016).

Baca Juga: Lirik Lagu Ya Lal Wathan Ciptaan KH Wahab Chasbullah Arab, Latin, dan Artinya

Setelah KH Hasyim melakukan istiharah, petunjuk dari Allah SWT kemudian datang dari guru KH Hasyim Asyari dan KH Wahab sekaligus ulama terkemuka di Bangkalan, Madura, yakni Syaikhona KH Chalil Bangkalan.

Petunjuk pertama datang ke Tebuireng pada akhir 1924. Ketika itu, KH Chalil mengirim santrinya, As'ad Syamsul Arifin (Situbondo) untuk mengantarkan petunjuk pertama berupa tongkat dan surat Thaha: 17-23.

Selanjutnya, datang kembali petunjuk kedua menjelang akhir tahun 1925.

Baca Juga: 6 Arti Lambang Nahdlatul Ulama karya KH Ridwan Abdullah

KH Chalil kembali mengirim santrinya, As'ad Syamsul Arifin ke Tebuireng membawa petunjuk berupa tasbih yang dikalungkan di leher dan bacaan asmaul Husna: Ya Jabbar, Ya Qahhar ke Tebuireng.

Sebagai wujud ketaatan santri kepada kiai, tasbih yang dikalungkan oleh KH Chalil Bangkalan ke santri As'ad sama sekali tidak tersentuh oleh tangannya sepanjang perjalanan, sebagaimana pesan Sang Guru: agar tangan KH Hasyim sendiri yang mengambil tasbih tersebut.

Setelah tasbih diambil dari leher santri As'ad, KH Hasyim kemudian bertanya, "Apa tidak ada pesan lain lagi dari Bangkalan?"

Baca Juga: Gus Yaqut Jadi Menteri Agama, Umat Khonghucu: Dia Selalu Membela yang Lemah Seperti Gus Dur

Santri As'ad kemudian melantunkan Asmaul Husna Ya Jabbar, Ya Qahhar sebanyak 3 kali sesuai pesan KH Chalil Bangkalan.

Mendengar pesan lanjutan itu, KH Hasyim kemudian berkata, "Allah SWT telah memperbolehkan kita mendirikan jami'iyah." (Ehwanudin, 2016).

Sejak 2 petunjuk itu diterima KH Hasyim, maka dimulailah segala keperluan untuk membentuk jami'iyah hingga kemudian Nahdlatul Ulama terbentu pada permulaan tahun 1926, yakni pada 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H.***

Editor: Elita Sitorini

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x