PORTAL PROBOLINGGO - Sapardi Djoko Damono merupakan seorang penyair terkemuka di Indonesia.
SDD, panggilan akrab Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 dan telah meninggal di Tangerang Selatan, 19 Juli 2020 pada saat memasuki usia ke-80 tahun.
Sapardi terkenal dengan ciri khas puisinya yang mencangkup hal-hal sederhana, penuh makna kehidupan, dan berstruktur melankolis. Hal itulah yang membuat beberapa puisinya terkenal, bahkan diaransemen menjadi sebuah lagu.
Baca Juga: Setelah Rian D'Masiv, Baim Wong Kini Juga Terjun Langsung Berikan Bantuan di Kalsel
Dikutip PORTAL PROBOLINGGO dari antologi puisi, Manuskrip Puisi Hujan Bulan Juni, berikut kumpulan puisi lama Sapardi Djoko Damono yang melegenda
LANSKAP
sepasang burung, jalur-jalur kawat, langit semakin tua
waktu hari hampir lengkap, menunggu senja putih,
kita pun putih memandangnya setia
sampai habis semua senja
1967
Baca Juga: Angga Akan Bantu Aldebaran di Ikatan Cinta Malam Ini, Netizen : Plis Ajak Rendy Collab
HUJAN TURUN SEPANJANG JALAN
hujan turun sepanjang jalan
hujan rinai waktu musim berdesik-desik pelan
kembali bernama sunyi kita pandang: pohon-pohon di luar basah kembali
tak ada yang menolaknya.
kita pun mengerti, tiba-tiba atas pesan yang rahasia
tatkala angin basah tak ada bermuat debu
tatkala tak ada yang merasa diburu-buru
1967
Baca Juga: Umumkan Kehamilan, Begini Reaksi Sule Saat Melihat Foto Hasil USG Nathalie
KETIKA JARI-JARI BUNGA TERBUKA
ketika jari-jari bunga terbuka
mendadak terasa: betapa sengit cinta Kita
cahaya bagai kabut, kabut cahaya; di langit.
menyisih awan hari ini: di bumi
meriap sepi yang purba; ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata,
suatu pagi di sayap kupu-kupu, di sayap warna
suara burung di ranting-ranting cuaca,
bulu-bulu cahaya: betapa parah cinta Kita
mabuk berjalan,
diantara jerit bunga-bunga rekah
1968
Baca Juga: Lirik Lagu Cintai Aku Sepenuh Hati Ari Lasso
GERIMIS KECIL DI JALAN JAKARTA, MALANG
seperti engkau berbicara di ujung jalan
(waktu dingin, sepi gerimis tiba-tiba
seperti engkau memanggil-manggil di kelokan itu
untuk kembali berduka)
untuk kembali kepada rindu
panjang dan cemas
seperti engkau yang memberi tanda tanpa lampu-lampu
supaya menyahutmu, Mu
1968
Baca Juga: 5 Jenis Tanaman yang Tidak Butuh Banyak Sinar Mahahari, Salah Satunya Anthurium
BUNGA-BUNGA DI HALAMAN
mawar dan bunga rumput
di halaman; gadis yang kecil
(dunia kecil, jari begitu kecil)
menudingnya
mengapakah perempuan suka menangis
bagai kelopak mawar,
sedang rumput liar semakin hijau suaranya
di bawah sepatu-sepatu
mengapakah pelupuk mawar selalu berkaca-kaca;
sementara tangan-tangan lembut hampir mencapainya
(wahai, meriap rumput di tubuh kita)
1968.***