Ribuan Warga Prancis Marah! Protes Massal Terjadi Nyaris di Seluruh Kota

6 Desember 2020, 12:30 WIB
Presiden Prancis, Emmanuel Macron. //Instagram.com/@emmanuelmacron /

PORTAL PROBOLINGGO - Salah seorang warga Prancis membentangkan spanduk bertuliskan, 'Kapan vaksin untuk mencegah kekerasan polisi dibuat?'

Kalimat satire tersebut mencerminkan gelombang protes massal yang terjadi pada Sabtu, 5 Desember 2020 di Paris dan sejumlah kota lainnya.

Para demonstran menentang UU Kemanan dan tindak kekerasan polisi kepada Michel Zecler, produser musik berkulit hitam pada akhir November lalu.

Baca Juga: Dampak Pandemi, PBB Memperingatkan 2021 Akan Menjadi Bencana Kemanusiaan

Di Paris, sempat terjadi bentrokan antara demonstran dengan aparat. Pada demonstran melemparkan batu, petasan, dan molotov sementara pihak kepolisian membalasnya dengan gas air mata.

Sebelumnya, sejak pemerintah Prancis mengusulkan UU Kemanan baru di parlemen, yang salah satu isinya ialah memberi wewenang kepada polisi untuk mengawasi orang dengan drone dan teknologi pengenalan wajah, gelombang protes berangsur-angsur muncul.

Beberapa pihak menyebut UU tersebut merupakan ancaman besar bagi kebebasan sipil. Sebuah laporan yang dirilis PBB bahkan menyebut UU tersebut tidak sesuai dengan hukum internasional dan kemanusiaan.

Baca Juga: Media Asal Inggris Soroti Dinasti Politik di Pemerintahan Jokowi, Singgung Prabowo dan Ma'ruf Amin

Akan tetapi, di tengah gelombang protes massal, Presiden Emmanuel Macron bersikeras menepis isu bahwa Prancis tengah merayap menuju otoriterianisme melalui UU tersebut.

"Prancis bukanlah negara otoriter. Prancis bukan Hongaruia atau Turki," katanya, seperti dilansir PORTAL PROBOLINGGO dari The Guardian.

Lebih lanjut, ia menegaskan UU tersebut dibuat untuk menjaga hukum dan ketertiban menjelang Pemilu Prancis 2022.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Masib Belum Berakhir, PBB Sebut 2021 Akan Jadi Tahun Krisis Kemanusiaan Terburuk

"Saya tak bisa membiarkan tuduhan bahwa kami sedang mengintervensi kebebasan sipil masyarakat Prancis," tambahnya.

Sementara itu, buntut protes dan bentrokan pada Sabtu, Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan telah menahan 64 orang yang dianggap provokatif.

Orang Prancis Marah Bila 'Diberi' CCTV

Di luar beberapa statement yang menyebut Prancis tengah menghadapi krisis besar akibat gelombang protes massal, mantan penasihat pemerintah Prancis, Francois Heisbourg justru berpendapat agak berbeda.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Moskow Memulai Vaksinasi Massal

"Ini tentang kekerasan polisi dan undang-undang yang salah dimahami, tentu saja ini tak seserius demonstrasi pada 1980," tuturnya.

"Orang Prancis memang suka melakukan demonstrasi. Tak perlu melihat ini sebagai krisis besar yang membahayakan negara. Bila orang Inggris marah bila diberi kartu identitas, maka orang Prancis akan marah bila diberi CCTV," tambahnya.

Meski demikian, seorang pakar menyebut aksi protes tersebut tak bisa diremehkan.

Baca Juga: Tanggapi Mensos Juliari Batubara Jadi Tersangka, Ferdinand Hutahaean Mengaku Kecewa

Sebab, menurutnya, hal itu berbarengan dengan krisis Covid 19 dan isu sekularisme beberapa waktu lalu.

"Seperti kayu, bensin, dan korek yang bersiap menyulut Prancis." ***

 

 

Editor: Elita Sitorini

Sumber: The Guardian Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler