Facebook memblokir halaman berita utama militer Myanmar dan halaman jaringan TV pemerintah dinonaktifkan beberapa hari yang lalu.
Facebook juga menghapus akun resmi para pemimpin senior militer Myanmar yang terkait dengan kekerasan Rohingya pada 2018. Meski demikian, halaman terkait militer lainnya terlihat banyak yang masih online.
Baca Juga: Tips dan Cara Perbanyak Tanaman Hias Calathea, Simak Langkah-Langkah Berikut Agar Tak Gagal
Sebagai tindak lanjut, Facebook telah menjelaskan bahwa mereka membuat keputusan politik. Dalam sebuah pernyataan, perusahaan mengatakan akan melarang akun "yang masih ada" yang terkait dengan militer karena kudeta adalah masalah "darurat."
"Pemblokiran yang dilakukan Facebook adalah dampak Peristiwa kudeta 1 Februari," kata perusahaan itu. Ia menambahkan bahwa risiko membiarkan militer Myanmar tetap di Facebook dan Instagram "terlalu besar." Dikatakan militer akan dilarang tanpa batas waktu.
Baca Juga: Ulang Tahun Member Seventeen dan Biodata Singkatnya, Ada Mingyu, Woozi, Jeonghan, Hoshi dan Lainnya
Tindakan tersebut menggarisbawahi kesulitan yang dihadapi Facebook atas apa yang diizinkan di situsnya. Mark Zuckerberg, kepala eksekutif Facebook, telah lama memperjuangkan kebebasan berbicara di atas segalanya, memposisikan situs tersebut hanya sebagai platform dan layanan teknologi, bukan sebagai wadah perselisihan pemerintah atau sosial.
Namun Zuckerberg semakin di sekuritisasi oleh pembuat undang-undang, regulator, dan pengguna atas sikap itu dan karena mengizinkan perkataan yang mendorong kebencian, informasi yang palsu, dan konten yang memicu kekerasan berkembang di Facebook.
Seiring waktu, Facebook telah menjadi lebih selektif atas apa yang diposting di platformnya, terutama dalam setahun terakhir dengan pemilihan AS. Tahun lalu, Facebook membongkar halaman dan posting tentang gerakan teori konspirasi QAnon.
Artikel Rekomendasi