Pemanasan Global Justru Meningkat Di Kala Lockdown, Ini Komentar Para Ahli

- 24 November 2020, 13:24 WIB
Ilustrasi peningkatan emisi karbon.
Ilustrasi peningkatan emisi karbon. /Unsplash/Brendan O'Donnell /unsplash/Brendan O'Donnell

PORTAL PROBOLINGGO - Dengan adanya pandemi Covid-19 dan diterapkannya lockdown atau pembatasan sosial di berbagai negara, secara teori pemanasan global semestinya berkurang karena berkurang pula polusi dari orang yang bepergian.
 
Namun harapan tersebut tidaklah terbukti dan yang terjadi saat ini adalah sebaliknya. World Meteorological Organization di bawah PBB justru menyatakan pemanasan iklim sedang berada pada rekor tertinggi di atmosfer.
 
Meskipun sempat terjadi pengurangan emisi antara 4,2% hingga 7,5% pada tahun 2020 karena larangan perjalanan dan beberapa aktivitas lainnya, menurut WMO hal itu hanyalah bagian kecil dari penumpukan gas rumah kaca yang selama ini terjadi akibat aktivitas manusia dan kurangnya dari variasi alam yang dari tahun ke tahun.
 
 
Menurut laporan WMO, rata-rata CO2 bulanan untuk September di stasiun benchmark Mauna Loa di Hawaii adalah 411,3ppm, naik dari 408,5ppm pada September 2019. 
 
Hal yang sama juga terjadi di Cape Grim di Tasmania, Australia dari yang semula 408,6 ppm pada 2019 dengan naik menjadi 410,8 ppm.  
 
Peningkatan karbon dioksida untuk tahun ini melonjak drastis dari rata-rata untuk seluruh tahun 2019 danm merupakan peningkatan tersesar dalam satu dekade terakhir. 
 
Hal itu didukung dengan data tentang tindakan minimalisasi emisi saat ini yang masih jauh dari kebutuhan seharusnya untuk mengatasi krisis iklim.
 
Dari perhitungan para ilmuwan, terdapat hasil bahwa emisi harus turun hingga setengahnya pada tahun 2030 untuk memberikan peluang bagus untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius yang bisa membuat ratusan juta orang menghadapi lebih banyak gelombang panas, kekeringan, banjir, dan bahkan kemiskinan. 
 
 
Sebenarnya negara-negara di dunia telah berjanji untuk meningkatkan pengurangan emisi mereka pada pertemuan puncak PBB di Glasgow bulan ini, tetapi pertemuan itu ditunda hingga tahun depan karena pandemi.
 
"Penurunan emisi terkait lockdown hanyalah titik kecil dalam grafik jangka panjang. Kami membutuhkan perataan kurva yang berkelanjutan," kata Petteri Taalas, sekretaris jenderal WMO. 
 
Menurut Taalas, ada kelebihan emisi dari ambang batas global tahunan 400ppm pada 2015 dan berselang empat tahun kemudian telah melewati 410 ppm. Sebuah peningkatan yang belum pernah tercatat sebelumnya dalam sejarah.
 
"CO2 tetap berada di atmosfer selama berabad-abad. Terakhir kali Bumi mengalami konsentrasi yang sebanding adalah 3-5 juta tahun yang lalu, ketika suhu lebih hangat 2-3 derajat Celsius dan permukaan laut 10-20 meter lebih tinggi dari sekarang. Namun saat itu tidak ada 7,7 miliar manusia," jelas Taalas.
 
 
Hal yang paling berpengaruh dalam pemanasan global yang terjadi saat ini adalah metana yang dihasilkan oleh ternak, aktivitas pertanian, dan eksploitasi bahan bakar fosil. 
 
Metana bertanggung jawab atas 17% efek pemanasan global. Konsentrasinya sekarang dua setengah kali tingkat sejak masa pra-industri. 
 
Gas rumah kaca lain yang paling berpengaruh adalah nitrous oxide yang berasal dari penggunaan pupuk pertanian dan pembakaran hutan yang berlebihan. Saat ini jumlah gas tersebut 23% lebih tinggi dibandingkan tahun 1750.
 
Data gas rumah kaca dikumpulkan oleh jaringan Global Atmosphere Watch, yang mencakup stasiun-stasiun di Arktik, pegunungan tinggi, dan pulau-pulau tropis. Ini terus beroperasi meskipun pembatasan Covid-19 menghambat pasokan dan rotasi staf di lokasi yang seringkali keras dan terisolasi.
 
 
Talaas lebih lanjut mengatakan bahwa diperlukan transformasi lengkap dari sistem perindustrian, energi, dan transportasi.  
 
"Perubahan tersebut terjangkau secara ekonomi dan secara teknis memungkinkan serta hanya akan mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari secara marginal. Adalah hal yang sangat baik ketika semakin banyak negara dan perusahaan telah berkomitmen pada netralitas karbon," tandasnya.***
 

Editor: Elita Sitorini


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x