Beri Komentar Soal Pemerintahan Biden, Presiden Iran Singgung Perjanjian Nuklir

26 November 2020, 16:28 WIB
Presiden Iran Beri Komentar Soal Pemerintahan Biden. /Kolase PIXABAY/jorono dan instagram.com/@joebiden

PORTAL PROBOLINGGO - Kemenangan Joe Biden tak hanya mendapatkan sambutan baik dari sebagian besar warga AS, tapi juga dari beberapa pemimpin negara, salah satunya Presiden Iran Hassan Rouhani.

Rouhani mengatakan pada hari Rabu, 25 November 2020 bahwa akan mudah untuk menyelesaikan masalah kenegaraan antara Iran dengan AS selama Joe Biden memegang komitmen yang ia buat saat kampanye.

Optimise Rouhani kepada pemerintahan Biden ternyata berbanding terbalik dengan pidato pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei yang memberi gambaran tentang sulitnya langkah menuju normalisasi dan pencabutan sanksi.

Baca Juga: Film Mulan Versi Bahasa Indonesia Tayang Desember, Simak 3 Artis yang Jadi Pengisi Suaranya

Meskipun demikian, Rouhani yang pernah merundingkan kesepakatan nuklir dengan pemerintahan Obama pada tahun 2015, tetap yakin bahwa negosiasi ke depan yang mungkin terlihat rumit tidak akan terjadi selama Biden berpegang pada komitmennya.

Rouhani mengatakan bahwa negosisasi untuk menyelesaikan maslaah dengan AS tersebut akan menjadi mudah asalkan pemerintah AS dan Iran saling menghormati, menjauhkan diri dari ketentuan-ketentuan yang dibuat Donald Trump, dan memberikan kompensasi atas dampak sanksi terhadap ekonomi Iran meskipun masalah kompensasi akan menjadi sulit bagi pemerintahan Biden tergantung pada jumlah yang diminta.

Sebaliknya, Khamenei mengatakan bahwa upaya untuk mencabut sanksi dan negosiasi selama bertahun-tahun belum diselesaikan dan menyebutkan tidak adanya kemungkinan pembukaan yang cepat dari luar negeri.

Baca Juga: Lirik Lagu ‘Song of Pride’ Anthem Kebanggaan Persebaya Surabaya

Perbedaan persepsi tersebut mungkin mencerminkan perbedaan kebijakan yang nyata di Iran atau mungkin saja hanya keinginan Rouhani semata untuk membenarkan penandatanganan kesepakatan nuklir. 

Sejauh ini kesepakatan nuklir merupakan keputusan yang telah menguntungkan musuh-musuh politiknya dan akan menjadi topik menonjol dalam pemilihan presiden pada bulan Juni.

Kemajuan awal dalam pembicaraan antara AS dan Iran kemungkinan akan membantu kandidat reformis jika kemajuan itu nyata di Iran pada saat kampanye presiden dimulai. 

Baca Juga: Xi Jinping Beri Selamat Untuk Biden, Presiden Tiongkok Inginkan Hal Ini di Masa Depan

Lebih lanjut Rouhani berpendapat bahwa balik kegagalan pemerintahan Trump, ada kebijakan luar negeri yang salah, tindakan militer yang rasis, dan kebijakan kesehatan yang salah termasuk  larangan pemberian bantuan Internasional $5 miliar pada Iran untuk menangani pandemi virus Corona.

"Kami berharap bahwa pemerintah AS berikutnya akan dengan jelas mengutuk kebijakan Trump terhadap Iran dan menebus kebijakan yang salah yang diterapkan olehnya dalam empat tahun terakhir," tambahnya.

Rouhani berjanji bahwa Iran akan mengambil tindakan umpan balik terkait setiap langkah yang diambil oleh pemerintah AS mendatang jika penguasa baru di AS bertekad untuk mengurangi ketegangan dan menghormati bangsa Iran. 

Baca Juga: Dua Artis ST dan MA Diciduk Karena Prostitusi, Begini Kondisinya

Menurutnya, penyelesaian masalah sangat mudah dan Iran serta AS dapat memutuskan kembali ke kondisi sebelum pelantikan Trump. 

 Ia menganggap kekalahan Trump pada pemilu AS sebagai kemenangan bagi perlawanan Iran selama ini. 

"Salah satu wujud kemenangan Iran dan kekalahan pasti musuh dalam perang ekonomi kedua negara adalah berakhirnya era Trumpisme," tutur Rouhani.

Baca Juga: Setelah Ditetapkan Sebagai Tersangka, Edhy Prabowo Mengundurkan Diri dari Posisi Menteri KKP

Rouhani juga mengucapkan rasa terima kasihnya pasa rakyat Iran atas perlawanan tiga tahun mereka dalam perang ekonomi karena selama beberapa tahun terakhir, di Iran ada yang disebut "dua pertahanan suci" yakni perlawanan terhadap Irak dan juga para Trumpist. 

Meskipun Iran dan AS tidak memiliki hubungan diplomatik langsung, kesepakatan nuklir antara Teheran, Washington, dan kekuatan dunia lainnya pada tahun 2015 yang dinegosiasikan ketika Barack Obama menjabat dengan Biden sebagai wakilnya, menjadikan ketegangan bilateral mereda ke titik terendah sejak beberapa dekade.

Ketika Trump menjabat, dirinya secara sepihak menarik AS dari pakta itu pada Mei 2018 dan meluncurkan kampanye "maximum pressure" terhadap Iran dengan sanksi yang menjerumuskan ekonominya ke dalam resesi yang dalam.***

Editor: Antis Sholihatul Mardhiyah

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler