Imlek dan Gus Dur: Saat Gus Dur Meminta Tahun Baru Imlek Nasional Pertama Diadakan 2 Kali

12 Februari 2021, 09:40 WIB
Presiden ke-4 RI, Abdurahman Wahid (Gus Dur). /jaringangusdurian

PORTAL PROBOLINGGO - Tahun baru Imlek atau Lunar New Year tahun ini agaknya tak bisa semeriah tahun-tahun sebelumnya.

Sebabnya, tentu saja pandemi Covid 19 dan pembatasan kegiatan demi menekan tingkat penyebaran.

Tahun Baru Imlek atau 'Yinli' dalam Mandarin dan 'Jim Lak' dalam Hakka merupakan salah satu perayaan hari besar agama Khongucu dan etnis Tionghoa.

Tetapi, khusus di Indonesia, Imlek boleh dikata bukan sekadar simbol perayaan keagamaan semata.

Baca Juga: Bisa Jadi Hidangan Imlek, Berikut 8 Tips Enak Mengolah Kue Keranjang

Imlek juga adalah penegasan spirit kebhinekaan dan warisan ide kebangsaan presiden ke-4 RI, yakni KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Hal ini berkaitan dengan perjalanan Imlek dalam sejarah Indonesia.

Tahun Baru Imlek dan kebudayaan etnis Tionghoa pernah begitu terbelenggu sebab dilarang oleh Presiden Soeharto melalui Inpres No. 14 tahun 1967.

'Diskriminasi' ini merupakan buah kebijakan asimilasi atau peleburan kebudayaan minoritas, dalam hal ini etnis Tionghoa, ke kebudayaan mayoritas yang dilakukan rezim Orde Baru.

Baca Juga: Gus Yaqut Jadi Menteri Agama, Umat Khonghucu: Dia Selalu Membela yang Lemah Seperti Gus Dur

Contoh paling mudah ialah kewajiban bagi orang-orang Tionghoa untuk mengubah namanya menjadi 'nama Indonesia'. Juga pelarangan wayang potehi, barongsai, dan ekspresi kebudayaan lainnya.

Tapi, kenyataannya Presiden Soeharto tidak hanya menjalankan kebijakan asimilasi terhadap etnis Tionghoa, namun juga menjalankan politik diskriminasi dan pemisahan antara pribumi dan nonpribumi pada masa Orde Baru. (Suryadinata, 2010:251)

Ini bukan hanya melanggengkan stigma negatif terhadap etnis Tionghoa, namun juga mengakibatkan segala kepercayaan, budaya, dan adat istiadat etnis Tionghoa dilarang dilakukan secara terbuka oleh pemerintah.

Baca Juga: Serba-Serbi Imlek 2021: Sejarah, Makna Tahun Kerbau, Dan Tradisi

"Ketika itu Imlek hanya dilakukan dalam lingkup keluarga," tutur Pengurus Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Budi S. Tanuwibowo, seperti dikutip PORTAL PROBOLINGGO dalam wawancara di kanal YouTube NU Channel.

Tahun Baru Imlek baru dilakukan secara terang-terangan dan terbuka pasca reformasi.

17 Januari 2000, melalui Kepres No. 6 Tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967 dan kembali menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif (libur bagi yang merayakannya).

Dituturkan Pengurus Pusat Budi S. Tanuwibowo, terdapat kisah unik ketika Imlek secara nasional akan diadakan pertama kali pada 17 Februari 2000.

Baca Juga: Sejarah Singkat Lahirnya Nahdlatul Ulama : Respon Pesantren atas Kebangkitan Nasional

Ketika Budi menghadap Gus Dur di istana dan meminta izin untuk merayakan Imlek secara nasional, alih-alih memberi persetujuan, Gus Dur justru meminta agar Imlek diadakan 2 kali.

"Saya dan Pak Pengky ketika itu saling berpandang-pandangan, terus bertanya 'maksudnya, Gus?'" tuturnya.

"Iya dua kali, Tahun Baru Imlek di Jakarta dan Cap Gomeh-nya di Surabaya," tambah Budi menirukan jawaban Gus Dur.

Meskipun sempat menolak karena khawatir menimbulkan perasaan iri dari agama-agama lain, akhirnya perayaan Imlek nasional pertama benar-benar diadakan 2 kali.

Baca Juga: Waspada Pandemi, Inilah 5 Tips Aman Rayakan Imlek di Tengah Pandemi Covid-19

"Alasan Gus Dur ketika itu, karena Imlek sudah terlalu lama ditiadakan," ungkap Budi.

Gus Dur pulalah Presiden Indonesia pertama yang secara resmi diundang dan datang di perayaan Imlek Nasional.

Maka tak heran gelar 'Bapak Tionghoa Indonesia' melekat dalam diri Gus Dur. ***

Editor: Antis Sholihatul Mardhiyah

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler