Pemerintah Persilakan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK, YLBHI: Itu Bukan Jalan Satu-satunya

- 12 Oktober 2020, 13:42 WIB
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi. /Dok. Kominfo

 

PORTAL PROBOLINGGO - Presiden Joko Widodo mempersilakan masyarakat yang tak puas dengan UU Cipta Kerja untuk melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi kemarin, 10 Oktober 2020 melalui siaran pers.

Menurut Jokowi, dalam siaran persnya, penolakan UU Cipta Kerja oleh berbagai elemen masyarakat cenderung didasari misinformasi dan hoaks substansi UU Cipta Kerja yang beredar di sosial media.

Menanggapi hal tersebut, Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menegaskan bahwa uji materi ke MK dengan alasan konstitusional bukanlah satu-satunya jalan.

Baca Juga: Viral Video Peserta Demo Dijemur Aparat, Fadli Zon: Ini Pelanggaran HAM

Dikutip PORTAL PROBOLINGGO dari instagram @yayasanlbhindonesia pada Senin 12 Oktober 2020, YLBHI mengungkap 8 alasan dan alternatif lain selain uji materi ke MK yang dapat ditempuh untuk memenuhi tuntutan pembatalan UU Cipta Kerja yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 lalu.

1. Executive remedy

Dalam HAM dikenal berbagai instrumen pemulihan (remedy), bukan hanya melalui pengadilan. Karena itu selain pemulihan melalui pengadilan (judicial remedy) juga ada pemulihan melalui eksekutif (executive remedy).

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN Oktober 2020 : PT Geo Dipa Energi Buka Lowongan untuk 5 Posisi, Cek Syaratnya!

2. Demonstrasi yang dilakukan masyarakat menentang UU Cipta Kerja pada 6 hingga 8 Oktober lalu adalah juga langkah konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945. UU No. 39 / 1999 dan UU No. 9 / 1998.

3. Dalam sejarah, ada UU No. 25 / 1997 tentang Ketenagakerjaan yang disahkan kemudian dicabut dan dibatalkan oleh Sidang Paripurna DPR RI bersama dengan Pemerintah karena penolakan rakyat secara luas melalui demonstrasi.

4. Pihak-pihak yang mengarahkan untuk uji materi ke MK dengan alasan konstitusional tidak punya dasar etis, karena mereka yang membuat dan mengesahkannya menjadi UU dengan cara melakukan berbagai pelanggaran konstitusi.

Baca Juga: Oppo Reno4 F Hari Ini Resmi Akan Diluncurkan! Intip Bocoran Spesifikasinya

5. Mereka mengira publik sudah lupa, bahwa Revisi UU MK yang sarat akan kepentingan politik telah terlebih dulu diketok sebulan sebelum Pengesahan UU Cipta Kerja.

6. Mereka juga mengira publik lupa, bahwa pada 28 Januari 2020 dalam acara Penyampaian Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019, Presiden Jokowi datang langsung dan meminta dukungan MK untuk Omnibus Law.

7. Putusan MK berisiko tidak dipatuhi jika komitmen politik tidak ada. Ketua Mk mengatakan setidaknya 24 putusan MK tidak dipatuhi.

Baca Juga: Update Harga Emas UBS Hari Ini, Senin 12 Oktober 2020 di Pegadaian

8. Sidang MK membutuhkan waktu lama & selama menunggu putusan kerusakan akibat Omnibus Law terus terjadi. Contohnya judicial review UU KPK yang sudah berjalan kurang lebih setahun & masih menunggu putusan. ***

Editor: Antis Sholihatul Mardhiyah


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x