Network
PORTAL PROBOLINGGO - Gelombang penolakan terhadap UU Cipta Kerja terus berlanjut meskipun UU yang kini menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja resmi berlaku sejak diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 November 2020.
Unjuk rasa penolakan telah dimulai jauh-jauh hari sebelum UU tersebut disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 5 Oktober 2020 lalu. Elemen mahasiswa, serikat buruh, pemuka agama, dan akademisi berbondong-bondong mengkritisi proses legislasi dan substansi (materil) UU.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Sebut Banyak yang Tidak Baca UU Cipta Kerja, Haris Azhar: Kenapa Disahkan?
Mereka menilai UU Cipta Kerja memiliki banyak kejanggalan dan hanya menguntungkan segelintir pihak, khususnya mengakomodir kepentingan pemilik modal.
Beberapa hari lalu, setelah resmi diundangkan, UU tersebut juga sempat menjadi sorotan sebab terdapat kekeliruan redaksional di dalamnya.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bahkan menyebut kesalahan tersebut merupakan buah proses legislasi ugal-ugalan dan semakin menunjukkan kecatatan UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Ada Salah Ketik Dalam UU Cipta Kerja, Pakar: Itu Buah Proses Regulasi yang Dipaksakan
"Salah ketik tersebut semakin menunjukan bahwa UU Cipta Kerja mengandung cacat formil dan harus dipertimbangkan serius oleh MK dalam menindaklanjuti uji formil nantinya," tulis PSKH dalam rilis persnya.
Menindaklanjuti disahkannya UU tersebut, kemarin, 5 November 2020, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) kembali menyerukan penolakan UU Nomor 11 / 2020. Mereka mengajak seluruh mahasiswa di masing-masing kampus untuk 'membakar' draft UU.
Artikel Rekomendasi