2. Pada poin 3 Kapolri memerintahkan “Cegah, redam, dan alihkan aksi” unjuk rasa yang dilakukan kelompok buruh maupun elemen aksi aliansinya guna mencegah penyebaran covid-19.
Upaya ini diskriminatif karena menyasar peserta aksi. Padahal dua aksi tolak omnibus law sebelumnya terbukti tidak menimbulkan cluster baru Covid-19.
3. Pada poin 5 Kapolri memerintahkan “Lakukan cyber patrol pada medsos dan manajemen media untuk bangun opini publik” yang tidak setuju dengan aksi unjuk rasa di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga: Update Covid-19 Jawa Timur Hari Ini Selasa 6 Oktober 2020: 4 Wilayah Berstatus Zona Merah
Kemudian pada poin 6 Kapolri memerintahkan “lakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah”.
Poin 5 dan 6 merupakan penyalahgunaan wewenang. Polisi tidak punya wewenang mencegah aksi.
4. Pada poin 7 Kapolri memerintahkan “Secara tegas tidak memberikan izin kegiatan baik unjuk rasa maupun izin keramaian lainnya”.
Baca Juga: Lirik Lagu Tombo Ati Bahasa Jawa dan Terjemahannya
Kemudian pada poin 8 Kapolri memerintahkan “upaya harus dilakukan di hulu (titik awal sebelum kumpul) dan lakukan pengamanan (PAM) terbuka dan tertutup”.
Hal ini diskriminatif dan melanggar amandemen UUD 1945.
Artikel Rekomendasi